UTS
SIVA SIDDHANTA II
Makna Filososi Banten Canang Sari, Daksina, Peras,
Pejati, Sesayut
Dosen Pengampu: I
Ketut Pasek Gunawan, S.Pd.H
OLEH :
NAMA : NI
LUH PUTU ASTINI
NIN :
10.1.1.1.1.3865
PRODI : PAH /V.B
JURUSAN
PENDIDIKAN AGAMA
FAKULTAS
DHARMA ACARYA
INSTITUT
HINDU DHARMA NEGERI DENPASAR
|
UTS
SIVA SIDDHANTA
1. Beberap jenis banten
1.
Beberapa jenis dan makna didalam Banten
1.1.1 Ceper
Ceper
merupakan sebagai alas dari sebuah canang, yang memiliki bentuk segi empat.
Ceper adalah sebagai lambang angga-sarira (badan), empat sisi dari pada ceper
sebagai lambang/nyasa dari Panca Maha Bhuta, Panca Tan Mantra.
1.1.2 Beras
Beras atau wija sebagai lambang Sang
Hyang Ātma , yang menjadikan badan ini bisa hidup. Beras/wija sebagai lambang
benih, dalam setiap insan/kehidupan diawali oleh benih yang bersumber dari Ida
Sang Hyang Widhi Wasa yang berwujud Ātma
1.1.3 Porosan
Porosan terbuat dari daun sirih,
kapur/pamor, dan jambe atau gambir sebagai lambang/nyasa Tri-Premana dan Tri
Kaya.
1.1.4 Tebu dan pisang.
Di atas sebuah ceper telah diisi dengan beras, porosan, dan
juga diisi dengan seiris tebu dan seiris pisang. Tebu atapun pisang memiliki
makna sebagai lambang amrtha. Setelah kita memiliki badan dan jiwa yang
menghidupi badan kita, dan tri Pramana yang membuat kita dapat memiliki
aktivitas, dengan memiliki suatu aktivitaslah kita dapat mewujudkan Amrtha
untuk menghidupi badan dan jiwa ini. Tebu dan pisang adalah sebagai lambang/
nyasa Amrtha yang diciptakan oleh kekuatan Tri Pramana dan dalam wujud Tri
Kaya.
1.1.5.Sampian Uras.
Sampian
uras dibuat dari rangkaian janur yang ditata berbentuk bundar yang biasanya terdiri dari delapan
ruas atau helai, yang melambangkan roda kehidupan dengan Astaa
iswaryanya/delapan karakteristik yang menyertai setiap kehidupan umat manusia.)
1.1.6. Bunga
Bunga
adalah sebagai lambang/nyasa, kedamaian, ketulusan hati.
Di dalam kita menjalani roda kehidupan ini hendaknya selalu dilandasi dengan ketulusan hati dan selalu dapat mewujudkan kedamaian bagi setiap insan.
1.1.7. Kembang Rampai.
Di dalam kita menjalani roda kehidupan ini hendaknya selalu dilandasi dengan ketulusan hati dan selalu dapat mewujudkan kedamaian bagi setiap insan.
1.1.7. Kembang Rampai.
Kembang
rampai akan ditaruh di atas susunan/rangkaian bunga-bunga pada suatu canang,
kembang rampai memiliki makna sebagai lambang/nyasa kebijaksanaan. Dari kata
kembang rampai memiliki dua arti, yaitu: kembang berarti bunga dan rampai
berarti macam-macam, sesuai dengan arah pengider-ideran kembang rampai di taruh
di tengah sebagai simbol warna brumbun, karena terdiri dari bermacam-macam
bunga. Dari sekian macam bunga, tidak semua memiliki bau yang harum, ada juga
bunga yang tidak memiliki bau, begitu juga dalam kita menjalani kehidupan ini,
tidak selamanya kita akan dapat menikmati kesenangan adakalanya juga kita akan
tertimpa oleh kesusahan, kita tidak akan pernah dapat terhindar dari dua
dimensi kehidupan ini. Untuk itulah dalam kita menata kehidupan ini. Untuk
itulah dalam kita menata kehiupan ini hendaknya kita memiliki kebijaksanaan.
1.2
Daksina
Daksina adalah
tapakan dari Hyang Widhi, dalam berbagai manifestasi-Nya dan juga merupakan
perwujudan-Nya. Daksina juga merupakan buah daripada yadnya. Hal ini dapat kita
lihat pada berbagai upacara yang besar, di mana kita lihat banyak sekali ada
daksina. Kalau kita lihat fungsi daksina yang diberikan kepada yang muput karya
(Pedanda atau Pemangku), sepertinya daksina tersebut sebagai ucapan tanda
"terima kasih" kepada sekala-niskala. Begitu pula kalau daksina itu
kita haturkan kehadapan Hyang Widhi sebagai pelengkap aturan kita dan sembah
sujud kita atas semua karunia-Nva
Daksina sebagai lambang Bhuana Sthana Hyang Widhi Wasa nampak dalam
bahan-bahan yang membentuk daksina tersebut. Beberapa unsur penting yang
membentuk Daksina, yaitu :
1.2.1
Bebedogan, dibuat dari daun janur yang
sudah hijau yang bentuknya bulat panjang serta ada batas pinggirnya pada bagian
atasnya. Bebedogan ini lambang pertiwi unsur yang dapat dilihat dengan jelas.
1.2.2
Serobong Daksina, disebut juga sebagai
Serobong Bebedogan dibuat juga dari daun janur yang sudah hijau tanpa tepi
maupun dibawahnya. Serobog Daksina ini menjadi lapisan pada bagian tengah dari
bebedogan, segala bahan daksina ini masuk kedalam serobong daksina. Serobong
daksina ini lambang Akasa yang tanpa tepi.
1.2.3
Tampak, dibuat dari empat potong helai
janur berbentuk seperti kembang teratai bersegi delapan. Bentuk tampak ini
melambangkan arah atau kiblat mata angin yang mengarah pada delapan penjuru. Pada dasar
daksina diisi tetampak dari janur sebagai
tanda Swastika, yang mempunyai makna semoga baik, juga sebagai dasar dari
pengider. Ke atas menuju Ida Sang Hyang Widhi dan ke samping menuju arah
kehidupan alam sekitar, tetampak dibubuhi beras sejumput.
1.2.4
Telor itik/telor bebek, dibungkus dengan
Urung Ketipat Taluh. Telor itik yang dibungkus ketipat taluh ini lambang Bhuana
alit yang menghuni bumi ini. Telur itik juga sebagai lambang dari sifat-sifat
satwam.
1.2.5
Beras, beras merupakan simbolis dari hasil
bumi yang menjadi sumber penghidupan umat manusia di alam raya ini.
1.2.6
Benang Tukelan (benang Bali) adalah sebagai
simbolis dari penghubung Jiwataman yang tidak akan berakhir samapai terjadinya
pralina. Sebelum pralina atman yang berasal dari paratman akan terus menerus
mengalami penjelmaan yang berulang-ulang sebelum mencapai moksa. Dan semuanya
akan kembali pada Hyang Widhi kalau sudah Pralina.
1.2.7
Uang Kepeng, berjumlah 225 kepeng adalah
simbol Bhatara Brahma yang merupakan inti kekuatan untuk menciptakan hidup dan
sumber kehidupan. Angka 225 itu kalau dijumlahkan menjadi angka sembilan angka
suci lambang Dewata nawa sanga yang berada di sembilan penjuru alam Bhuana
Agung.
1.2.8
Pisang, Tebu dan Kekojong, adalah simbol
manusia yang menghuni bumi sebagai bagian dari alam ini,. Idialnya manusia
penghuni bumi ini hidup dengan ajaran Tri Kaya Parisudha.
1.2.9
Porosan dan Kembang, porosan adalah lambang
pemujaan pada Hyang Tri Murti. Sedangkan kembang adalah lambang niat suci dalam
beryajna pada Hyang Tri Murti. Tujuan bakti pada Hyang Tri Murti agar manusia
mendapatkan tuntunan dalam menciptakan sesuatu yang patut diciptakan dari Hyang
Brahma. Tuntunan dari Hyang Visnu pada saat memelihara sesuatu yang aptut dan
wajar untuk dipelihara. Dari Hyang Rudra untuk menuntun umat manusia saat
meniadakan sesuatu yang patutdan wajar dihilangkan.
1.2.10 Gegantusan, unsur upakara ini lambang didunia ini mahluk lahir
berulang-ulang sesuai dengan tingkatan karmanya.
1.2.11 Pesel-peselan dan Bija Ratus, unsur upakara ini merupakan lambang hidup
bersama di dunia ini untuk menyatukan berbagai bibit. Bija Ratus adalah lambang
suatu kerjasama dalam menelorkan suatu ide bersama. Sebelum ide bersama itu
muncul sebagai suatu kesepakatan. Setiap pihak wajib mengeluarkan ide-idenya.
Ide-ide inilah yang di sebut bija yang harus diratus menjadi satu ide bersama.
1.2.12 Kelapa, sebagai unsur yang paling utama dalam Banten Daksina. Buah kelapa
dari kulit dengan seluruh isinya adalah lambang Bhuana Agung. Unsur-unsur buah
kelapa itu semuanya melambangkan sapta patala dan sapta loka. Mengapa buah
kelapa yang dipakai daksina harus dikupas dan dibersihkan kulitnya hingga
kelihatan batoknya. Serabut kelapa itu adalah lambang pengikat indria. Karena
Daksina itu lambang Bhuana Agung Sthana Hyang Widhitentunya harus bersih dari
unsur-unsur gejolak indria yang mengikat. Karunia Hyang widhi akan dapat kita
capai apabila kita mampu melepaskan diri dari ikatan indria. Kitalah yang harus
mengikat indria sebagai alat untuk melakukan perbuatan yang bijaksana.
1.3
Banten Peras
Banten
“Peras” bertujuan untuk mengesahkan dan atau meresmikan suatu upacara yang
telah diselenggarakan secara lahir bathin. Secara lahiriah, banten Peras telah
diwujudkan sebagai sarana dan secara bathiniah dimohonkan pada persembahannya.
Disebutkan juga bahwa, banten Peras, dari kata “Peras” nya berkonotasi
“Perasaida” artinya “Berhasil”. Dalam pelaksanaan suatu upacara keagamaan,
bilamana upakaranya tidak disertai dengan Banten Peras, maka penyelenggaraan
upacara itu dikatakan “Tan Paraside”, maksudnya tidak akan berhasil atau tidak
resmi/sah. Makna banten peras tersebut adalah sebagai lambang
kesuksesan. Artinya dalam banten peras tersebut terkemas nilai-nilai berupa
konsep hidup sukses. Konsep hidup sukses itulah yang ditanamkan ke dalam lubuk
hati sanubari umat lewat natab banten peras. Dalam banten peras itu sudah
terkemas suatu pernyataan dan permohonan untuk hidup sukses serta konsep untuk
mencapainya.
Dalam
Lontar “Yadnya Prakerti” disebutkan bahwa Peras dinyatakan sebagai lambang
Hyang Triguna Sakti demikian juga halnya dalam penyelenggaraan “Pamrelina
Banten” disebutkan Peras sebagai “Pamulihing Hati” artinya kembali ke Hati,
yaitu suatu bentuk Sugesti bagi pikiran telah berhasil melaksanakan suatu
keinginan serta mencapai tujuan yang diharapkan. Dan banten Peras terdiri dari
beberapa komponen/ bagian berupa Jejahitan / Reringgitan / Tetuasan, antara
lain :
1.3.1
Taledan / Tamas / Ceper
Sebagai
dasar dari semua bagian jejahitannya, pemakaian taledan sebanyak 2 lembar, yang
mana taledan pertama hanya dibingkai/sibeh yaitu dibawah dan atas (arahnya
sama). Sedangkan taledan satunya lagi berbingkai (sibeh) keseluruhan sisinya.
Makna dari Tamas lambang Cakra atau perputaran hidup atau Vindu (simbol kekosongan
yang murni/ananda). Ceper/ Aledan; lambang Catur marga (Bhakti, Karma, Jnana,
Raja Marga).
1.3.2
Tampelan, Benang Tukelan dan Uang
Ini
berupa dua lembar sirih yang telah diisi pinang dan kapur diletakkan berhadapan
lalu dilipat dan dijahit, disebut Tampelan atau Base Tampelan disatukan
meletakkannya dengan Benang Tukelan warna putih dan Uang. Makna dari Tampelan
ini adalah (poros – pusat) yang merupakan lambang tri murti. Makna dari Benang Tukelan
adalah kesucian dan alat pengikat sifat satwam, merupakan lambang bahwa untuk
mendapatkan keberhasilan diperlukan persiapan yaitu: pikiran yang benar, ucapan
yang benar, pandangan yang benar, pendengaran yang benar, dan tujuan yang
benar. Dan Makna dari Uang adalah lambang dari Deva
Brahma yang merupakan inti kekuatan untuk menciptakan hidup dan sumber
kehidupan.
1.3.3 Tumpeng
Dibagian
depan dari Base Tampelan, Benang Tukelan dan Uang diletakkan Tumpeng Dua buah (simbol rwa bhineda – baik buruk) lambang kristalisasi dari duniawi menuju
rohani, mengapa dua tumpeng karena sesungguhnya untuk dapat menghasilkan sebuah
ciptaan maka kekuatan Purusa dan Pradhana (kejiwaan/laki-laki dengan kebendaan/perempuan)
harus disatukan baru bisa berhasil (Prasidha), Tumpeng adalah lambang keuletan
orang dalam meniadakan unsur-unsur materialis, ego dalam hidupnya sehingga
dapat sukses menuju kepada Tuhan. Tumpeng terbuat dari
nasi yang dibentuk mengkerucut besarnya seukuran kojong terbuat dari janur dan
daun pisang. Fungsi dari Tumpeng adalah sebagai suguhan kehadapan Hyang Widhi.
Bentuk kerucut yang letak lancipnya di atas adalah melambangkan Tuhan itu
Tunggal adanya dan tempatnya tinggi di atas tiada terbatas, yang oleh umat-Nya
akan dituju dengan jalan pemusatan pikiran yang suci melalui pengendalian hawa
nafsu.
1.3.3
Rerasmen
Rerasmen (lauk pauk) terdiri dari kacang-kacangan
yang digoreng, saur, sambal ikan (telur, ayam, teri), terung, kecarum, mentimun
dan lainnya disesuaikan dengan Desa Kala Patra. Sebagai alasnya dapat
dipergunakan Tangkih / Celemik atau Ceper kacang yang ukurannya lebih kecil
dari Ceper canang. Pada suatu daerah dipergunakan sebagai tempat Rerasmen
adalah Kojong Rangkada yaitu berupa satu taledan berbentuk segitiga ukurannya
agak besar dan didalamnya diletakkan empat buah kojong janur masing-masing
dijahit agar tidak terlepas. Memiliki makna jika ingin mendapatkan keberhasilan
harus dapat memadukan semua potensi dalam diri (pikiran, ucapan, tenaga dan
hati nurani). Mengenai sisi pokok Rerasmen yaitu : Kacang dan Ikan, dalam
Lontar “Tegesing Sarwa Banten” dijelaskan sebagai berikut :
Kacang nga ;
ngamedalang pengrasa tunggal, komak nga; sane kekalih sampun masikian.
Artinya :
Kacang-kacangan
itu menyebabkan perasaan menjadi satu, Kacang Komak yang terbelah dua itupun
melambangkan kesatuan.
Ulam nga; iwak nga; ebe nga; rawos
sane becik rinengo
Artinya :
Ulam itu
ikan yang dipakai sebagai Rerasmen itu sebagai lambang bicara yang baik untuk didengarkan.
1.3.4
Buah
Dibagian
belakang tumpeng dan rerasmen diletakkan buah-buahan seperti mangga, apel,
salak atau bisa buah-buahannya disesuaikan dengan keadaan setempat. Dalam
Lontar “Tegesing Sarwa Banten” disebutkan sebagai berikut :
Sarwa
Wija nga; sakalwiring gawe, nga; sane tatiga ngamedalang pangrasa hayu,
ngalangin ring kahuripan.
Artinya :
Segala macam dan jenis buah-buahan
merupakan hasil segala perbuatan, yaitu perbuatan yang tiga macam (Tri Kaya
Parisudha), yang menyebabkan perasaan menjadi baik dan dapat memberikan
penerangan pada kehidupan.
1.3.5
Jajan
Jajan
ada banyak jenis dan macamnya. Penggunaannya juga disesuaikan dengan jenis
banten yang akan disajikan. Jajan untuk banten Peras, dipergunakan Jaja Begina,
Uli, Dodol, Wajik, Bantal, Satuh dan lainnya. Untuk jajan ini ditegaskan dalam
Lontar “Tegesing Sarwa Banten” sebagai berikut :
Gina/
bagina nga; wruh, Uli abang putih nga; Iyang apadang nga; patut ning rama rena,
Dodol nga; pangan, pangganing citta satya, Wajik nga; rasaning sastra, Bantal
nga; pahalaning hana nora, Satuh nga; tempani, tiru, tiruan.
Artinya :
Gina lambang mengetahui, Uli merah/putih
adalah lambang kegembiraan yang terang, bhakti terhadap guru Rupaka, Dodol
lambang pikiran menjadi setia, Wajik adalah lambang kesenangan akan belajar
sastra, Bantal adalah lambang hasil dari kesungguhan dan tidak kesungguhan
hati, Satuh lambang dari patut ditirukan, Satuh sama dengan patuh.
1.3.6
Sampyan Peras
Berupa
sampyan khusus yang dipergunakan hanya untuk Peras, disebut juga “Sampyan
Metangga”, jenisnya ada 2 macam yaitu : pertama berbentuk kecil dan sederhana
yang biasa dipergunakan pada banten sorohan dan kedua bentuknya agak besar yang
dipergunakan pada pejati wujudnya bertingkat, karena itulah disebut sampyan
metangga. Dalam Lontar “Tegesing Sarwa Banten” disebutkan : Sampyan nga;
ulahakena, tegesnia pelaksanane, artinya : segala perbuatan. Perlengkapan dari
sampyan ini adalah porosan dengan sirih, kapur dan pinang. Dimana porosan
secara keseluruhan mencerminkan saktinya Tri Murthi. Buah pinang disebut juga
dengan “Sedah Woh” disebutkan dalam Lontar “Tegesing Sarwa Banten” sebagai
berikut :
Sedah
woh nga; hiking mangde hita wasana, ngaraning matutalam Lontar “Tegesing Sarwa
Banten” sebagai berikut :
Sedah
woh nga; hiking mangde hita wasana, ngaraning matut halyus hasanak, makadang
mitra, kasih kumasih.
Artinya :
Sirih dan pinang itu perlambang dari
yang membuatnya kesejahteraan dan kerahayuan, berawal dari dasar pemikirannya
yang baik, cocok dengan keadaannya, bersaudara dalam keluarga, bertetangga dan
berkawan.
Demikianlah adanya arti
dan makna daripada beberapa bagian dari banten Peras. Dalam kehidupan keagamaan
Peras sebagai sarana persembahan rasa bhakti dan hormat umat manusia kehadapan
Hyang Widhi, yang berfungsi sebagai sarana untuk mensahkan dan atau meresmikan
dan juga sebagai ungkapan hati untuk memohon kehadapan Hyang Widhi atas
keberhasilan suatu tujuan.
Dalam setiap akhir
persembahan dari Peras ini, dilakukanlah “Natab Peras” dan dengan menarik
beberapa bagian dari tiga lembar janur yang dilipat ujungnya saat menjahitnya
dengan posisi dijajarkan dan dijahit pada alas banten Peras.
1.4 Banten Sesayut
Banten
sesayut hampir sama dengan banten tetebasan, bedanya hanya berisi nasi isehan,
1 ekaor ayam panggang, jajan dan buah-buahan. Banten ini bermakana suatu
permohonan atau harapan kepada Ida Sang Hyang Widi Wasa, agar apa yang kita
harapkan dalam yanjna itu bisa terkabulkan. Banten sesayut atu tetebasan ini
banyak jenisnya, seperti sesayut prayascita luwih, sesayut saraswati, sesayut
merta dewa, sesayut sida karya, sesayut sida purna, sesayut langgeng sakti, dan
yang lainnya. Dan adapun jenis-jenis banten Sesayut antara lain: Sesayut
prayascita sakti, Sesayut Saraswati, Sesayut Mertha Dewa, Sesayut Sida Karya,
Sesayut Sida Purna, dan Sesayut Langgen
Amukti Sakti.
1.4.1 Sesayut prayascita sakti
Terdiri
dari sebuh kulit sesayut (bentuk bulat terbuat dari daun kelapa). Diisi tulng
agung (dibawahnya berbentuk tamas dan diatasnya berbentuk cili). Di dalamnya
diisi nasi serta lauk-pauk. Disusun dengan sebuah tumpeng yang diisi sebuah
bunga teratai putih. Disekelilingnya diisi 11 buah penek kecil, 11 buah
kewangen, 11 buah tipat kukur/tipat gelantik, 11 buah tulung kecil, peras
kecil, pasucian, penyeng, kelungah kelapa gading, lis, bebuu, sampian nagasari,
canang burat wangi, serta dilengkapi dengan jajan, buah-buahan dan lauk-pauk.
1.4.2 Sesayut Saraswati
Terdiri dari
sebuah kulit sesayut, diisi penek warna merah, penenk warna putih, dan penek
warna hitam. Masing-masing sebuah dan dilengkapi dengan lauk-pauk, pisang,
buah-buahan, jajan, tebu, samiapian nagasari, penyeneng, dan canang burat wangi
atau canang yang lainnya.
1.5 Banten Ajuman
Banten Ajuman yang
dipakai untuk memuliakan Hyang Widhi (ngajum, menghormat, sujud kepada Hyang Widhi). Soda/ajuman dipakai sarana untuk
memuliakan, mengagungkan Hyang Widhi dan lambang keteguhan/kokoh. Adapun
bagian-bagian banten Ayuman.
1.5.1 Tamas atau Taledan
Tamas
atau taledan, tamas lambang cakra (symbol kekosongan yang murni/ananda).
Taledan merupakan lambang catur marga
yaitu empat jalan untuk menghubungkan diri dengan Tuhan. (bhakti marga, karma
marga, jnana marga, dan raja marga). Sebagai sarana memuliakan Hyang Widhi
(ngajum).
1.5.2 Buah pisang,
Jajan, Dan Buah-buahan
Merupakan persembahan hasil kerja keras dan rasa syukur
kepada Ide Sang Hyang Widhi Wasa, yang telah memberikan anugrahnnya kepada kita
semua. Dan Sebagai
sarana memuliakan Hyang Widhi (ngajum).
1.5.3 Dan nasi
berbentuk penek (bundar) 2 buah
Nasi penek
(nasi yang sedimikian rupa tingginya kurang lebih 5 cm), sehingga berbentuk
bundar dan sedikit pipih, adalah lambang dari keteguhan atau kekokohan bhatin dalam mengagungkan
Tuhan, dalam diri manusia adalah simbol Sumsuma dan Pinggala yang menyangga
agar manusia tetap eksis. Bila ditujukan
kehadapan para leluhur, salah satu peneknya diisi kunir ataupun
dibuat dari nasi kuning, yang disebut Ajuman putih kuning.
1.5.4
Rerasmen/lauk-pauk yang dialasi Tri Kona
Yang berisi berupa
serondeng atau sesaur, kacang-kacangan, ikan teri, telor, terung, timun, daun kemangi (kecarum), garam, dan
sambal. Yang merupakan simbol/makan,
dari Bhuana Agung yang diperembahkan. Dan sebagai sarana
memuliakan Hyang Widhi (ngajum).
1.5.5 Sampyan plaus/petangas/Sampian Soda
Sampyan
Plaus/Petangas; dibuat dari janur kemudian dirangkai dengan melipatnya sehingga
berbentuk seperti kipas, memiliki makna simbol bahwa dalam memuja Hyang Widhi manusia
harus menyerahkan diri secara totalitas di pangkuan Hyang Widhi, dan jangan
banyak mengeluh, karunia Hyang Widhi akan turun ketika BhaktaNya telah siap. Dan dapat
pula diartikan sampyan itu sebagai keteguhan hati.
1.5.6 Canang sari/Canang
Genten
Canang sari yaitu inti dari pikiran
dan niat yang suci sebagai tanda bhakti/hormat kepada Hyang Widhi ketika ada
kekurangan saat sedang menuntut ilmu kerohanian (lontar Mpu Lutuk Alit). Dan Canang
sari adalah suatu Upakāra /banten yang selalu menyertai atau melengkapi setiap
sesajen/persembahan, segala Upakāra yang dipersiapkan belum disebut lengkap
kalau tidak di lengkapi dengan canang sari.
1.6
Banten
Pejati
Pejati
berasal bahasa Bali, dari kata “jati” mendapat awalan “pa”. Jati berarti sungguh-sungguh,
benar-benar. Banten pejati adalah sekelompok banten yang dipakai sarana untuk
menyatakan rasa kesungguhan hati kehadapan Hyang Widhi dan manifestasiNya, akan
melaksanakan suatu upacara dan mohon dipersaksikan, dengan tujuan agar mendapatkan
keselamatan. Banten pejati merupakan banten pokok yang senantiasa dipergunakan
dalam Pañca Yajña. Adapun unsur-unsur banten pejati, yaitu:
1.6.1
Daksina
Unsur-unsur yang membentuk daksina:
1.
Alas bedogan/srembeng/wakul/katung;
terbuat dari janur/slepan yang bentuknya bulat dan sedikit panjang serta ada
batas pinggirnya . Alas Bedogan ini lambang pertiwi unsur yang dapat dilihat
dengan jelas.
2.
Bedogan/ srembeng/wakul/katung/ srobong
daksina ;terbuat dari janur/slepan yang dibuta melinkar dan tinggi, seukuran
dengan alas wakul. Bedogan bagian tengah ini adalah lambang Akasa yang tanpa
tepi. Srembeng daksina juga merupakan lambang dari hukum Rta ( Hukum Abadi
tuhan )
3.
Tampak; dibuat dari dua potongan janur
lalu dijahit sehinga membentuk tanda tambah. Tampat adalah lambang keseimbangan
baik makrokosmos maupun mikrokosmos.
4.
Beras; lambang dari hasil bumi yang
menjadi sumber penghidupan manusia di dunia ini. Hyang Tri Murti (Brahma, Visnu, Siva
5.
Porosan; terbuat dari daun sirih, kapur
dan pinang diikat sedemikian rupa sehingga menjadi satu, porosan adalah lambang
pemujaan
6.
Benang Tukelan; adalah simbol dari naga
Anantabhoga dan naga Basuki dan naga Taksaka dalam proses pemutaran Mandara
Giri di Kserarnava untuk mendapatkan Tirtha Amertha dan juga simbolis dari
penghubung antara Jivatman yang tidak akan berakhir sampai terjadinya Pralina.
Sebelum Pralina Atman yang berasal dari Paramatman akan terus menerus mengalami
penjelmaan yang berulang-ulang sebelum mencapai Moksa. Dan semuanya akan
kembali pada Hyang Widhi kalau sudah Pralina.
7.
Uang Kepeng; adalah lambang dari Deva
Brahma yang merupakan inti kekuatan untuk menciptakan hidup dan sumber
kehidupan.
8.
Telor Itik; dibungkus dengan ketupat
telor, adalah lambang awal kehidupan/ getar-getar kehidupan , lambang Bhuana
Alit yang menghuni bumi ini, karena pada telor terdiri dari tiga lapisan, yaitu
Kuning Telor/Sari lambang Antah karana sarira, Putih Telor lambang Suksma
Sarira, dan Kulit telor adalah lambang Sthula sarira.
9.
Pisang, Tebu dan Kojong; adalah simbol
manusia yang menghuni bumi sebagai bagian dari ala mini. Idialnya manusia
penghuni bumi ini hidup dengan Tri kaya Parisudhanya.
10. Gegantusan;
yang terbuat dari kacan-kacangan dan bumbu-bumbuan, adalah lambang sad rasa dan
lambang kemakmuran.
11. Papeselan
yang terbuat dari lima jenis dedaunan yang diikat menjadi satu adalah lambang
Panca Devata; daun duku lambang Isvara, daun manggis lambang Brahma, daun
durian lambang Mahadeva, daun salak lambang Visnu, daun nangka atau timbul
lamban Siva. Papeselan juga merupakan lambang kerjasama (Tri Hita Karana).
12. Buah
Kemiri; adalah sibol Purusa / Kejiwaan / Laki-laki. § Buah kluwek/Pangi;
lambang pradhana / kebendaan / perempuan.
13. Kelapa;
simbol Pawitra (air keabadian/amertha) atau lambang alam semesta yang terdiri
dari tujuh lapisan (sapta loka dan sapta patala) karena ternyata kelapa
memiliki tujuh lapisan ke dalam dan tujuh lapisan ke luar. Air sebagai lambang
Mahatala, Isi lembutnya lambang Talatala, isinya lambang tala, lapisan pada
isinya lambang Antala, lapisan isi yang keras lambang sutala, lapisan tipis
paling dalam lambang Nitala, batoknya lambang Patala. Sedangkan lambang Sapta
Loka pada kelapa yaitu: Bulu batok kelapa sebagai lambang Bhur loka, Serat
saluran sebagailambang Bhuvah loka, Serat serabut basah lambang svah loka,
Serabut basah lambanag Maha loka, serabut kering lambang Jnana loka, kulit
serat kering lambang Tapa loka, Kulit kering sebagai lamanag Satya loka Kelapa
dikupas dibersihkan hingga kelihatan batoknya dengan maksud karena Bhuana Agung
sthana Hyang Widhi tentunya harus bersih dari unsur-unsur gejolak indria yang
mengikat dan serabut kelapa adalah lambang pe ngikat indria.
14. Sesari;
sebagai labang saripati dari karma atau pekerjaan (Dana Paramitha)
15. Sampyan
Payasan; terbuat dari janur dibuat menyerupai segi tiga, lambang dari Tri Kona;
Utpeti, Sthiti dan Pralina.
16. Sampyan
pusung; terbuat dari janur dibentuk sehingga menyerupai pusungan rambut,
sesunggunya tujuan akhir manusia adalah Brahman dan pusungan itu simbol
pengerucutan dari indria-indria
1.6.2
Banten
Peras Yang menjadi unsur-unsur Peras, yaitu:
1.
Alasnya Tamas/ taledan/ Ceper; berisi
aled/ kulit peras, kemudian disusun di atasnya beras, benang, base
tampel/porosan, serta uang kepeng/recehan. Diisi buah-buahan, pisang, kue
secukupnya, dua buah tumpeng, rerasmen/lauk pauk yang dialasi kojong rangkat,
sampyan peras, canang sari. Pada prinsipnya Banten Peras memiliki fungsi
sebagai permohonan agar semua kegiatan tersebut sukses (prasidha)
2.
Aled/kulit peras, porosan/base tampel,
beras, benang, dan uang kepeng; merupakan lambang bahwa untuk mendapatkan
keberhasilan diperlukan persiapan yaitu: pikiran yang benar, ucapan yang benar,
pandangan yang benar, pendengaran yang benar, dan tujuan yang benar.
3.
Dua buah tumpeng; lambang kristalisasi
dari duniawi menuju rohani, mengapa dua tumpeng karena sesungguhnya untuk dapat
menghasilkan sebuah ciptaan maka kekuatan Purusa dan Pradhana
(kejiwaan/laki-laki dengan kebendaan/perempuan) harus disatuakan baru bisa
berhasil (Prasidha), tumpeng adalah lambang keuletan orang dalam meniadakan
unsur-unsur materialis, ego dalam hidupnya sehingga dapat sukses menuju kepada
Tuhan.
4.
Tamas; lambang Cakra atau perputaran
hidup atau Vindu (simbol kekosongan yang murni/ananda). § Ceper/ Aledan;
lambang Catur marga (Bhakti, Karma, Jnana, Raja Marga)
5.
Kojong Ragkat, tempat lauk pauk;
memiliki makna jika ingin mendapatkan keberhasilan harus dapat memadukan semua
potensi dalam diri (pikiran, ucapan, tenaga dan hati nurani)
6.
Sampyan peras; terbuat dari empat
potong janur dibentuk menyerupai parabola di atasnya, merupakan lambang dari
kesiapan diri kita dalam menerima intuisi, inisiasi, waranugraha dari Hyang
Widhi yang nantinya akan kita pakai untuk melaksanakan Dharma.
1.6.3
Banten
Ajuman/Soda Yang menjadi unsur-unsur banten Ajuman/Soda:
1. Alasnya
tamas/taledan/cepe; berisi buah, pisang dan kue secukupnya, nasi penek dua
buah, rerasmen/lauk-pauk yang dialasi tri kona/ tangkih/celemik, sampyan
plaus/petangas, canang sari. Sarana yang dipakai untuk memuliakan Hyang Widhi
(ngajum, menghormat, sujud kepada Hyang Widhi)
2.
Nasi penek adalah nasi yang dibentuk
sedemikian rupa sehingga berbentuk bundar dan sedikit pipih, adalah lambang
dari keteguhan atau kekokohan bhatin dalam mengagungkan Tuhan, dalam diri
manusia adalah simbol Sumsuma dan Pinggala yang menyangga agar manusia tetap eksis.
3.
Sampyan Plaus/Petangas; dibuat dari
janur kemudian dirangkai dengan melipatnya sehingga berbentuk seperti kipas,
memiliki makna simbol bahwa dalam memuja Hyang Widhi manusia harus menyerahkan
diri secara totalitas di pangkuan Hyang Widhi, dan jangan banyak mengeluh,
karunia Hyang Widhi akan turun ketika BhaktaNya telah siap.
1.6.4
Ketupat
Kelanan Unsur-unsur yang membentuk ketupat kelanan:
Alasnya
tamas/taledan atau ceper, kemudian diisi buah, pisang dan kue secukupnya, enam
buah ketupat, rerasmen/lauk pauk + 1 butir telor mateng dialasi tri kona/
tangkih/celemik, sampyan palus/petangas, canang sari.
Ketupat Kelanan adalah
lambang dari Sad Ripu yang telah dapat dikendalikan atau teruntai oleh rohani
sehingga kebajikan senantiasa meliputi kehidupan manusia. Dengan terkendalinya
Sad Ripu maka keseimbangan hidup akan meyelimuti manusia.
1.6.5
Penyeneng/Tehenan/Pabuat
Yang membentuk Penyeneng:
Jenis
jejaitan yang di dalamnya beruang tiga masing-masing berisi beras, benang,
uang, nasi aon (nasi dicampur abu gosok) dan porosan, adalah jejahitan yang
berfungsi sebagai alat ntuk nuntun, menurunkan Prabhawa Hyang Widhi, agar
Baliau berkenan hadir dalam upacara yang diselenggarakan. Panyeneng dibuat
dengan tujuan untuk membangun hidup yang seimbang sejak dari baru lahir hingga
meninggal.
Ruang
1, berisi Nasi aon adalah lambang dari dewa Brahma sebagai pencipta alam
semesta ini dan merupakan sarana untuk menghilangkan semua kotoran (dasa mala)
Ruang
2 berisi beras benang dan uang, lambang dari dewa Visnu yang memelihara alam
semesta ini, beras adalah sumber makanan manusia, uang adalah alat transaksi
untuk melangsungkan kehidupan, benang sebagai penghubung antara manusia dengan
manusia, manusia dengan lingkungan dan manusia dengan Hyang Widhi.
Ruang
3 berisi bunga, daun kayu sakti (dapdap), yang ditumbuk dengan kunir dan beras,
melambangkan dewa Siva dalam prabhawaNya sebaga Isvara dan Mahadeva yang senantiasa
mengarahkan manusia dari yang tidak baik menuju benar, meniadakan (pralina)
Adharma dan kembali ke jalan Dharma.
Bagian
atas dari Penyeneng ini ada jejahitan yang menyerupai Ardhacandra = Bulan,
Windu = Matahari, dan Titik = bintang dan teranggana (planet yang lain).
1.6.6
Pesucian Pesucian terdiri dari :
Sebuah
ceper /taledan yang berisi tujuh bua tangkih kecil yang masing-masing tangkih
berisi: Bedak (dari tepung), Bedak warna kuning (dari tepung berwarna kuning),
Ambuh (kelapa diparut/ daun kembang sepatu dirajang), Kakosok (rengginang yang
dibakar hingga gosong), Pasta (asem/jeruk nipis), Minyak Wangi, Beras. Di
atasnya disusun sebuah jejahitan yang disebut payasan (cermin, sisir dan petat)
terbuat dari janur.
1.
Pada intinya pesucian merupakan alat-alat
yang dipakai untuk menyucikan Ida Bhatara dalam suatu upacara keagamaan
2.
Secara instrinsik mengandung makana
filosofis bahwa sebagai manusia harus senantiasa menjaga kebersihan phisik dan
kesucian rohani (cipta , rasa dan karsa), karena Hyang Widhi itu maha suci maka
hanya dengan kesucian manusia dapat mendekati dan menerima karunia Beliau
1.6.7
Segehan
Secara
etimologi Segehan artinya Suguh (menyuguhkan), dalam hal ini adalah kepada
Bhuta Kala, yang tak lain adalah akumulasi dari limbah/kotoran yang dihasilkan
oleh pikiran, perkataan dan perbuatan manusia dalam kurun waktu tertentu.
Dengan segehan inilah diharapkan dapat menetralisir dan menghilangkan pengaruh
negatik dari libah tersebut. Segehan adalah lambang harmonisnya hubungan
manusia dengan semua ciptaan Tuhan
Jahe, secara imiah
memiliki sifat panas. Semangat dibutuhkan oleh manusia tapi tidak boleh
emosional.
Bawang,
memiliki sifat dingin. Manusia harus menggunakan kepala yang dingin dalam
berbuat tapi tidak boleh bersifat dingin terhadap masalah-masalah sosial (cuek)
Garam, memiliki PH-0
artinya bersifat netral, garam adalah sarana yang mujarab untuk menetralisir
berbagai energi yang merugikan manusia (tasik pinaka panelah sahananing
ngaletehin).
Tetabuhan
Arak, Berem, Tuak, adalah sejenis alkhohol, dimana alkhohol secara ilmiah
sangat efektif dapat dipakai untuk membunuh berbagai kuman/bakteri yang
merugikan. Oleh kedokteran dipakai untuk mensteril alat-alat kedokteran.
Metabuh pada saat masegeh adalah agar semua bakteri, Virus, kuman yang merugikan
yang ada di sekitar tempat itu menjadi hilang/mati.
Banten Pejati
dihaturkan kepada Sanghyang Catur Loka Phala, yaitu
1.
Peras kepada Sanghyang Isvara
2.
Daksina kepada Sanghyang Brahma
3.
Ketupat kelanan kepada Sanghyang Visnu
4.
Ajuman kepada Sanghyang Mahadeva
2
Mantram
dalam banten
2.1.1 Mantram
Canang Sari
Oṁ Puspa Danta ya namah svaha (dalam hati)
Oṁ tamolah panca pacara guru paduka bhyo namah swaha
Oṁ shri Deva Devi Sukla ya namah svaha
Oṁ tamolah panca pacara guru paduka bhyo namah swaha
Oṁ shri Deva Devi Sukla ya namah svaha
2.1.2
Mantram Daksina
Oṁ Puspa Danta ya namah svaha (dalam hati)
Oṁ Siva sutram yajna pavitram paramam pavitram
Prajapatir yogayusyam
Balam astu teja paranam
Guhyanam triganam trigunatmakam
Oṁ Siva sutram yajna pavitram paramam pavitram
Prajapatir yogayusyam
Balam astu teja paranam
Guhyanam triganam trigunatmakam
2.1.3
Mantram
Banten Peras
Om Suddha bumi suddha akasa
Om Suddha dewa suddha manusa
Om Siddhir astu tad astu
Om Ksama sampurna ya namah swaha
Kristalisasi
Sekte Siva Siddhanta dalam banten diatas
Dalam pembahasan
banten di atas diantaranya Canang sari, Peras, Daksine,, Sesayut, Ajuman dan
pejati. Dalam setaip unsure-unsur pokok banten terseburt terdapat unsure-unsur
penyatuan sekte-sekte ke dalam penyatuan sekte siva sidhanta.
DAFTAR
PUSTAKA
PHDI.
2001. Panca Yadnya. Denpasar: Proyek
Peningkatan Sarana dan Prasarana Khiduan Beragama
Adapun mantra Peras adalah sebagai berikut
:
Om
Suddha bumi suddha akasa
Om
Suddha dewa suddha manusa
Om
Siddhir astu tad astu
Om
Ksama sampurna ya namah swaha
Om
Mili mili maha amrtham
Suksma
parama siwa ya namah
Om
Ung ung Om Ang Ung Mang.
Om
Ekawara, Dwiwara, Triwara
Caturwara,
Pancawara
Peras
prasiddhanta
Parisudha
ya namah swaha, Om.