ARTI DAN TUJUAN PERKAWINAN
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Perkawinan
Menurut
Undang-undang perkawinan UU no ! tahun 1974 pasal 1 (tgl 2-1-74)
Perkawinan
ialah ikatan lahir batin antara peria
dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk kuarga
(rumah tangga ) yang bahagia dan kekal
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Jadi perkawinan itu memiliki tujuan
luhur dan mulia karna berdasar ketuhanan yang berarti sangsi keagaman yang
dialami baik di dumia maupun akhirat.
Setelah
Upacara wiweha maka pasangan peria dan wanita telah dipandang resmi menjadi
suami istri(dampati) dan berkewajiban melaksanakan tugas dan kewajibannya
sebagai Grhastin . Wiwahe menurut hindu adalah mulia dan luhur karna dengan
kawin akan melahirkan keturunan yang akan menebus dosa leluhurnya.
2.2 Tujuan
perkawinan menurut hukum hindu
Tujuan
utama adalah memproleh keturunan anak yang suputra yang hormat kepada orang,
cinta kasih terhadap sesama dan berbakti kepada tuhan, jadi wiwahe sebagai
yadnya (ibadah agama).
Menurut
menawa Dharmasastra Wiwaha itu sama dengan Samshara yang mendudukan perkawinan
sebagai lembaga yang erat kaitannya dengan agama Hindu, sehingga semua
persyaratan yang ditentukan harus ditaati oleh umat Hindu.
Perkawinan suatu puncak upakara
manusa yadnya untuk membayar hutang kepada orang tua / leluhur sehingga
perkawinan adalah suatu dharma wiwaha Samshara yaitu pensucian diri
melalui perkawinan.
2.3 Jenis-jenis Perkawinan menurut Manawa
Dharma Sastra yaitu:
1 Dilakukan
oleh rohaniawan /pejabat agama Hindu memenuhi syarat
2 Kedua
calon memplai sudah menganut agama Hindu. Dan ada jenis-jenis perkawinan yang
lainnya:
1. Brahma
wiwaha :
Perkawinan
suka sama suka dari semua pihak keluarga dengan upacara dihias dan pemberian
permata dan dipuja oleh pendeta (ngungkah lawang)
2. Daiwa wiwaha:
Penyerahan gadis calon
pengantin yang dihias dan telah di puja
oleh pendeta.
3. Asa wiwaha:
Penterahan
gadis calon mempelai oleh orang tua setelah calon setelah calon pengantin laki
menyerahkan lembu kepada keluarga
perempuan.
4 Prajapati wiwaha:
Penyerahan
gadis setelah ayah perempuan berpesan kepada kedua mempelai, setelah si
gadis memberi penghormatan kepada pengantin peria.
5 Asara wiwaha :
Peria
menerima si gadis setelah menyerahkan mas kawin.
6 Gandeharwa:
Perkawinan antara laki perempuan saliing mencntai
yang timbul dari nafsunya bertujuan berhubungan kelamin.
7. Raksasa
wiwaha:
Kawin
paksa; dimana peria melarikan gadis untuk dikawininya secara paksa, setelah
kuarganya di bunuh dan rumahnya di rusak.
8. Paisaca wiwaha:
Yaitu
seorang laki secara diam-diam mencuri memperkosa wanita sedang tidur/mabuk/bingung
lalu dikawini.
2.4 Sistem Perkawinan yang ada di Bali
Di
dalam hukum adat Hidu di Bali ada 4 sistem ./bentuk perkawinan secara
tradisional yaitu:
a Sistem mepadik / meminang meminta
b Sistem ngerorod / Rangkat kawin lari
c Sistem nyentana Nyeburin selarian
d Sistem melegandang / secara paksa tanpa
rasa cinta.
( selain itu ada pada sistem “Ngerenai” yaitu sigadis
melarikan diri dari rumah orang tua karna sesuatu hal, dan menyerahkan diri ke
rumah lelaki.
a Sistem mepadik:
Pihak
calon suami meminta datang ke arah pihak
calon istri untuk mengadakan perkawinan, biasanya kedua calon memplai telah
saling mengenal dan ada kesepekatan berumah tangga. Dan sistem perkawinan ini
di pandang terhormat.
b Sistem Ngerorod:
Bentuk
perkawinan cinta sama cinta berjalan berdua / serta kuarga laki secara resmi
tak diketahui keluarga perempuan.
c. Nyentana:
bentuk
perkawinan berdasarkan perubahan status sebagai purusa dari pihak wanita
sebagai pradana dari pihak laki.
Tahapannya saam dengan mepadik.
d. Sistem
Melegandang:
bentuk
perkawinan secara paksa tidak berdasarkan cita sama cinta (termasuk raksasa dan
paisaca wiwaha).
e. Sistem
Ngrenain:
Juga
disusul dengan cara ngerorod.
f. Sistem
Nadua Umah:
Kedua
tempat baik laki amupun perempuan sama-sama berhak atas keturunan/waris dan
upakaranya dikedua tempat.
2.5 Perkawinan Campuran
Menurut undang-undang perkawinan
pasal 57, tentang perkawinan campuran antara mereka yang berbeda kewarga
negaraan dan mereka yang berbeda agama. Menurut ordonasi perkawinan campuran,
maka hukum agama si suami yang harus diikuti oleh si istri. Adapula perkawinan
campuran pada masyraakt hindu Bali tentang kawin nantar kasta.
Menurut
agama Hindu agar perkawinan dianggap sah haruslah kedua calon penganten di
samakan dahulu agama dengan upacara Suddhi Wadani, dengan persyratan si
wanita lain agama Hindu rela mengikuti agama suwaminya.
1. Perkawinan campuran antar kasta
di Bali ada dua macam yaitu:
1)
Wanita kawin naik kepada kasta yang
lebih tinggi, setelah diupacarai sah sebagai suwami istri, nama wanita diubah
dengan panggilan Jero Made, Jero Nyoman,dll. Tetapi bila lelaki lebih rendah
nyentana kerumah kasta yang lebih tinggi belum bisa diterima oleh keluarga
besar kasta yang wanita, dan apabila tidak mau menuruti dresta keluarga besar,
maka keluarga yang mengagkak laki tidak mau mengikuti dresta keluarga besar,
maka keluarga yang mengangkat laki dari kasta lebih rendah itu dipecat atau
tidak diajak “mesidikare”.
2) Wanita
atau laki dari kasta yang lebih tinggi turun kawin atau nyeburin kasta yang
lebih rendah, maka orang tersebut dipecat dari keluarga kecil maupun kelauarga
besar, dan dalam perkawainan sebelumnya diadakan upacara
pamatiewangimengelilingi Bale Agung di pura Desa 3x lalu berganti nama kasta
yang mengambil, agar keturunannya tidak menjadi rebutan.
2.6 Peralatan dan Prosesi tahapan perkawinan
2.6.1 Peralatan Mekala-kalaan dan symbol upacara adat perkawinan Bali
1.
Sanggah
Surya/bambu melekungmerupakan niyasa (simbol) istana Sang Hyang Widhi
Wasa, ini merupakan istananya Dewa Surya dan Sang Hyang Semara
Jaya dan Sang Hyang Semara Ratih. Di sebelah kanan digantungkan biyu
lalung simbol kekuatan purusa dari Sang Hyang Widhi dan Sang Hyang
Purusa ini bermanifestasi sebagai Sang Hyang Semara Jaya sebagai
dewa kebajikan, ketampanan, kebijaksanaan simbol pengantin pria dan di sebelah
kiri sanggah digantungkan sebuah kulkul berisi beremsimbol kekuatan prakertinya
Sang Hyang Widhi dan bermanifestasi sebagai Sang Hyang Semara Ratih
dewi kecantikan serta kebijaksanaan simbol pengantin wanita.
2.
Kelabang
Kala Nareswari (Kala Badeg)simbol
calon pengantin yang diletakkan sebagai alas upacara mekala-kalaan
serta diduduki oleh kedua calon pengantin.
3.
Tikeh
Dadakan (tikar kecil)Tikar
yang diduduki oleh pengantin wanita sebagai simbol selaput dara (hymen)
dari wanita. Kalau dipandang dari sudut spiritual, tikar adalah sebagai simbol
kekuatan Sang Hyang Prakerti (kekuatan yoni).
4.
Keris
sebagai kekuatan Sang Hyang Purusa (kekuatan lingga) calon pengantin
pria. Biasanya nyungklit keris, dipandang dari sisi spritualnya sebagai lambang
kepurusan dari pengantin pria.
5.
Benang
Putihdibuatkan sepanjang setengah meter, terdiri dari 12 bilahan benang menjadi
satu, serta pada kedua ujung benang masing-masing dikaitkan pada cabang pohon
dapdap setinggi 30 cm. Angka 12 berarti simbol dari sebel 12 hari, yang diambil
dari cerita dihukumnya Pandawa oleh Kurawa selama 12 tahun. Dengan upacara
mekala-kalaan otomatis sebel pengantin yang disebut sebel kandalan menjadi
sirna dengan upacara penyucian tersebut. Dari segi spiritual benang ini sebagai
simbol dari lapisan kehidupan, berarti sang pengantin telah siap untuk
meningkatkan alam kehidupannya dariBrahmacari Asrama menuju alam Grhasta
Asrama.
6.
Tegen
– tegenanMakna tegen-tegenan merupakan simbol dari pengambil alihan
tanggung jawab sekala dan niskala. Adapun Perangkat tegen-tegenan ini :
1)
Batang
tebu berarti hidup pengantin mengandung arti kehidup dijalani secara
bertahap seperti hal tebu ruas demi ruas, secara manis.
2)
Cangkul
sebagai simbol Ardha Candra. Cangkul sebagai alat bekerja, berkarma berdasarkan
Dharma.
3)
Periuk
simbol windhu.
4)
Buah
kelapa simbol brahman (Sang Hyang Widhi).
5)
Seekor
yuyu/kepiting simbol bahasa isyarat memohon keturunan dan kerahayuan.
7.
Suwun-suwunan(sarana jinjingan)Berupa bakul yang dijinjing mempelai wanita yang berisi talas, kunir, beras dan
bumbu-bumbuan melambangkan tugas wanita atau istri mengembangkan benih yang
diberikan suami, diharapkan seperti pohon kunir dan talas berasal dari bibit
yang kecil berkembang menjadi besar.
8. Dagang-daganganmelambangkan kesepakatan dari
suami istri untuk membangun rumah tangga dan siap menanggung segala resiko yang
timbul akibat perkawinan tersebut seperti kesepakatan antar penjual dan pembeli
dalam transaksi dagang.
9.
Sapu lidi (3 lebih). Simbol Tri Kaya Parisudha. Pengantin pria dan
wanita saling mencermati satu sama lain, isyarat saling memperingatkan serta
saling memacu agar selalu ingat dengan kewajiban melaksanakan Tri Rna berdasarkan
ucapan baik, prilaku yang baik dan pikiran yang baik, disamping itu
memperingatkan agar tabah menghadapi cobaan dan kehidupan rumah tangga.
10. Sambuk Kupakan (serabut kelapa). Serabut
kelapa dibelah tiga, di dalamnya diisi sebutir telor bebek, kemudian dicakup
kembali di luarnya diikat dengan benang berwarna tiga (tri datu).
Serabut kelapa berbelah tiga simbol dari Triguna (satwam, rajas, tamas).
Benang Tridatu simbol dari Tri Murti (Brahma, Wisnu, Siwa)
mengisyaratkan kesucian.Telor bebek simbol manik. Kedua Mempelai saling tendang
serabut kelapa (metanjung sambuk) sebanyak tiga kali, setelah itu secara
simbolis diduduki oleh pengantin wanita. Ini mengandung pengertian Apabila
mengalami perselisihan agar bisa saling mengalah, serta secara cepat di
masing-masing individu menyadari langsung. Selalu ingat dengan penyucian diri,
agar kekuatan triguna dapat terkendali. Selesai upacara serabut kalapa ini
diletakkan di bawah tempat tidur mempelai.
11.
Tetimpugadalah bambu tiga batang yang dibakar dengan api dayuh yang
bertujuan memohon penyupatan dari Sang Hyang Brahma.
2.6.2 Prosesi upacara pawiwahan.
1. Upacara
Ngekeb:
Acara ini bertujuan untuk
mempersiapkan calon pengantin wanita dari kehidupan remaja menjadi seorang
istri dan ibu rumah tangga dengan memohon doa restu kepada Tuhan Yang Maha Esa
agar bersedia menurunkan kebahagiaan kepada pasangan ini serta nantinya mereka
diberikan anugerah berupa keturunan yang baik.
Setelah itu pada sore harinya,
seluruh tubuh calon pengantin wanita diberi luluran yang terbuat dari daun
merak, kunyit, bunga kenanga, dan beras yang telah dihaluskan. Dipekarangan
rumah juga disediakan wadah berisi air bunga untuk keperluan mandi calon
pengantin. Selain itu air merang pun tersedia untuk keramas.
Sesudah acara mandi dan keramas
selesai, pernikahan adat bali akan dilanjutkan dengan upacara di dalam kamar
pengantin. Sebelumnya dalam kamar itu telah disediakan sesajen. Setelah masuk
dalam kamar biasanya calon pengantin wanita tidak diperbolehkan lagi keluar
dari kamar sampai calon suaminya datang menjemput. Pada saat acara penjemputan
dilakukan, pengantin wanita seluruh tubuhnya mulai dari ujung kaki sampai
kepalanya akan ditutupi dengan selembar kain kuning tipis. Hal ini sebagai perlambang
bahwa pengantin wanita telah bersedia mengubur masa lalunya sebagai remaja dan
kini telah siap menjalani kehidupan baru bersama pasangan hidupnya.
2. Mungkah
Lawang (Buka Pintu):
Seorang utusan Mungkah Lawang
bertugas mengetuk pintu kamar tempat pengantin wanita berada sebanyak tiga kali
sambil diiringi olehseorang Malat yang menyanyikan tembang Bali. Isi
tembang tersebut adalah pesan yang mengatakan jika pengantin pria telah datang
menjemput pengantin wanita dan memohon agar segera dibukakan pintu.
3. Upacara
Mesegehagung:
Sesampainya kedua pengantin di
pekarangan rumah pengantin pria, keduanya turun dari tandu untuk bersiap
melakukan upacara Mesegehagung yang tak lain bermakna sebagai ungkapan
selamat datang kepada pengantin wanita, kemudian keduanya ditandu lagi menuju
kamar pengantin. Ibu dari pengantin pria akan memasuki kamar tersebut dan
mengatakan kepada pengantin wanita bahwa kain kuning yang menutupi tubuhnya
akan segera dibuka untuk ditukarkan dengan uang kepeng satakan yang ditusuk
dengan tali benang Bali dan biasanya berjumlah dua ratus kepeng.
4. Madengen–dengen:
Upacara ini bertujuan untuk
membersihkan diri atau mensucikan kedua pengantin dari energi negatif dalam
diri keduanya. Upacara dipimpin oleh seorang pemangku adat atau Balian.
5. Mewidhi
Widana:
Dengan memakai baju kebesaran
pengantin, mereka melaksanakan upacara Mewidhi Widana yang dipimpin oleh
seorang Sulingguh atau Ida Peranda. Acara ini merupakan
penyempurnaan pernikahan adat bali untuk meningkatkan pembersihan diri
pengantin yang telah dilakukan pada acara acara sebelumnya. Selanjutnya,
keduanya menuju merajan yaitu tempat pemujaan untuk berdoa mohon izin dan restu
Yang Kuasa. Acara ini dipimpin oleh seorang pemangku merajan.
6. Mejauman
Ngabe Tipat Bantal:
Beberapa hari setelah pengantin
resmi menjadi pasangan suami istri, maka pada hari yang telah disepakati kedua
belah keluarga akan ikut mengantarkan kedua pengantin pulang ke rumah orang tua
pengantin wanita untuk melakukan upacara Mejamuan/menerima tamu. Acara
ini dilakukan untuk memohon pamit kepada kedua orang tua serta sanak keluarga
pengantin wanita, terutama kepada para leluhur, bahwa mulai saat itu pengantin
wanita telah sah menjadi bagian dalam keluarga besar suaminya. Untuk upacara
pamitan ini keluarga pengantin pria akan membawa sejumlah barang bawaan yang
berisi berbagai panganan kue khas Bali seperti kue bantal, apem, alem, cerorot,
kuskus, nagasari, kekupa, beras, gula, kopi, the, sirih pinang, bermacam
buah–buahan serta lauk pauk khas Bali.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar