Selasa, 28 Januari 2014

ARTI DAN TUJUAN PERKAWINAN


ARTI DAN TUJUAN PERKAWINAN

 
BAB II
PEMBAHASAN


2.1       Pengertian Perkawinan
Menurut Undang-undang perkawinan UU no ! tahun 1974 pasal 1 (tgl 2-1-74)
Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara peria  dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk kuarga (rumah tangga ) yang bahagia dan kekal  berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Jadi perkawinan itu memiliki tujuan luhur dan mulia karna berdasar ketuhanan yang berarti sangsi keagaman yang dialami baik di dumia maupun akhirat.
            Setelah Upacara wiweha maka pasangan peria dan wanita telah dipandang resmi menjadi suami istri(dampati) dan berkewajiban melaksanakan tugas dan kewajibannya sebagai Grhastin . Wiwahe menurut hindu adalah mulia dan luhur karna dengan kawin akan melahirkan keturunan yang akan menebus dosa leluhurnya.


2.2       Tujuan perkawinan menurut hukum hindu
            Tujuan utama adalah memproleh keturunan anak yang suputra yang hormat kepada orang, cinta kasih terhadap sesama dan berbakti kepada tuhan, jadi wiwahe sebagai yadnya (ibadah agama).                        
Menurut menawa Dharmasastra Wiwaha itu sama dengan Samshara yang mendudukan perkawinan sebagai lembaga yang erat kaitannya dengan agama Hindu, sehingga semua persyaratan yang ditentukan harus ditaati oleh umat Hindu.
Perkawinan suatu puncak upakara manusa yadnya untuk membayar hutang kepada orang tua / leluhur sehingga perkawinan adalah suatu dharma wiwaha Samshara yaitu pensucian diri melalui perkawinan.

2.3       Jenis-jenis Perkawinan menurut Manawa Dharma Sastra yaitu:
1          Dilakukan oleh rohaniawan /pejabat agama Hindu memenuhi syarat
2          Kedua calon memplai sudah menganut agama Hindu. Dan ada jenis-jenis perkawinan yang lainnya:

1.         Brahma wiwaha :
Perkawinan suka sama suka dari semua pihak keluarga dengan upacara dihias dan pemberian permata dan dipuja oleh pendeta (ngungkah lawang)

2.          Daiwa wiwaha:      
 Penyerahan gadis calon pengantin yang dihias dan telah di      puja oleh pendeta.
3.         Asa wiwaha:
Penterahan gadis calon mempelai oleh orang tua setelah calon setelah calon pengantin laki menyerahkan lembu kepada  keluarga perempuan.

4          Prajapati wiwaha:
Penyerahan gadis setelah ayah perempuan berpesan kepada kedua mempelai, setelah si gadis memberi penghormatan kepada pengantin peria.

5          Asara wiwaha :
Peria menerima si gadis setelah menyerahkan mas kawin.

6          Gandeharwa:
Perkawinan antara laki perempuan saliing mencntai yang timbul dari nafsunya bertujuan berhubungan kelamin.

7.         Raksasa wiwaha:
Kawin paksa; dimana peria melarikan gadis untuk dikawininya secara paksa, setelah kuarganya di bunuh dan rumahnya di rusak.

8.         Paisaca wiwaha:  
Yaitu seorang laki secara diam-diam mencuri memperkosa wanita sedang tidur/mabuk/bingung lalu dikawini.

2.4       Sistem Perkawinan yang ada di Bali
            Di dalam hukum adat Hidu di Bali ada 4 sistem ./bentuk perkawinan secara tradisional yaitu:
a      Sistem mepadik / meminang meminta
b     Sistem ngerorod  / Rangkat kawin lari
c      Sistem nyentana Nyeburin selarian
d     Sistem melegandang / secara paksa tanpa rasa cinta.
( selain itu ada  pada  sistem “Ngerenai” yaitu sigadis melarikan diri dari rumah orang tua karna sesuatu hal, dan menyerahkan diri ke rumah lelaki.

a    Sistem mepadik:
Pihak calon suami meminta datang  ke arah pihak calon istri untuk mengadakan perkawinan, biasanya kedua calon memplai telah saling mengenal dan ada kesepekatan berumah tangga. Dan sistem perkawinan ini di pandang terhormat.

b     Sistem Ngerorod:
Bentuk perkawinan cinta sama cinta berjalan berdua / serta kuarga laki secara resmi tak diketahui keluarga perempuan.
c.    Nyentana:
bentuk perkawinan berdasarkan perubahan status sebagai purusa dari pihak wanita sebagai pradana dari pihak laki.  Tahapannya saam dengan mepadik.

d.    Sistem Melegandang:
bentuk perkawinan secara paksa tidak berdasarkan cita sama cinta (termasuk raksasa dan paisaca wiwaha).

e.    Sistem Ngrenain:
Juga disusul dengan cara ngerorod.

f.     Sistem Nadua Umah:
Kedua tempat baik laki amupun perempuan sama-sama berhak atas keturunan/waris dan upakaranya dikedua tempat.


2.5       Perkawinan Campuran
            Menurut undang-undang perkawinan pasal 57, tentang perkawinan campuran antara mereka yang berbeda kewarga negaraan dan mereka yang berbeda agama. Menurut ordonasi perkawinan campuran, maka hukum agama si suami yang harus diikuti oleh si istri. Adapula perkawinan campuran pada masyraakt hindu Bali tentang kawin nantar kasta.
            Menurut agama Hindu agar perkawinan dianggap sah haruslah kedua calon penganten di samakan dahulu agama dengan upacara Suddhi Wadani, dengan persyratan si wanita lain agama Hindu rela mengikuti agama suwaminya.

1. Perkawinan campuran antar kasta di Bali ada dua macam yaitu:
1)      Wanita kawin naik kepada kasta yang lebih tinggi, setelah diupacarai sah sebagai suwami istri, nama wanita diubah dengan panggilan Jero Made, Jero Nyoman,dll. Tetapi bila lelaki lebih rendah nyentana kerumah kasta yang lebih tinggi belum bisa diterima oleh keluarga besar kasta yang wanita, dan apabila tidak mau menuruti dresta keluarga besar, maka keluarga yang mengagkak laki tidak mau mengikuti dresta keluarga besar, maka keluarga yang mengangkat laki dari kasta lebih rendah itu dipecat atau tidak diajak “mesidikare”.

2)      Wanita atau laki dari kasta yang lebih tinggi turun kawin atau nyeburin kasta yang lebih rendah, maka orang tersebut dipecat dari keluarga kecil maupun kelauarga besar, dan dalam perkawainan sebelumnya diadakan upacara pamatiewangimengelilingi Bale Agung di pura Desa 3x lalu berganti nama kasta yang mengambil, agar keturunannya tidak menjadi rebutan.


2.6       Peralatan dan Prosesi tahapan perkawinan
2.6.1    Peralatan Mekala-kalaan dan symbol upacara adat perkawinan Bali
1.       Sanggah Surya/bambu melekungmerupakan niyasa (simbol) istana Sang Hyang Widhi Wasa, ini merupakan istananya Dewa Surya dan Sang Hyang Semara Jaya dan Sang Hyang Semara Ratih. Di sebelah kanan digantungkan biyu lalung simbol kekuatan purusa dari Sang Hyang Widhi dan Sang Hyang Purusa ini bermanifestasi sebagai Sang Hyang Semara Jaya sebagai dewa kebajikan, ketampanan, kebijaksanaan simbol pengantin pria dan di sebelah kiri sanggah digantungkan sebuah kulkul berisi beremsimbol kekuatan prakertinya Sang Hyang Widhi dan bermanifestasi sebagai Sang Hyang Semara Ratih dewi kecantikan serta kebijaksanaan simbol pengantin wanita.
2.       Kelabang Kala Nareswari (Kala Badeg)simbol calon pengantin yang diletakkan     sebagai alas upacara mekala-kalaan serta diduduki oleh kedua calon pengantin.
3.       Tikeh Dadakan (tikar kecil)Tikar yang diduduki oleh pengantin wanita sebagai simbol selaput dara (hymen) dari wanita. Kalau dipandang dari sudut spiritual, tikar adalah sebagai simbol kekuatan Sang Hyang Prakerti (kekuatan yoni).
4.       Keris sebagai kekuatan Sang Hyang Purusa (kekuatan lingga) calon pengantin pria. Biasanya nyungklit keris, dipandang dari sisi spritualnya sebagai lambang kepurusan dari pengantin pria.
5.       Benang Putihdibuatkan sepanjang setengah meter, terdiri dari 12 bilahan benang menjadi satu, serta pada kedua ujung benang masing-masing dikaitkan pada cabang pohon dapdap setinggi 30 cm. Angka 12 berarti simbol dari sebel 12 hari, yang diambil dari cerita dihukumnya Pandawa oleh Kurawa selama 12 tahun. Dengan upacara mekala-kalaan otomatis sebel pengantin yang disebut sebel kandalan menjadi sirna dengan upacara penyucian tersebut. Dari segi spiritual benang ini sebagai simbol dari lapisan kehidupan, berarti sang pengantin telah siap untuk meningkatkan alam kehidupannya dariBrahmacari Asrama menuju alam Grhasta Asrama.
6.        Tegen – tegenanMakna tegen-tegenan merupakan simbol dari pengambil alihan tanggung jawab sekala dan niskala. Adapun Perangkat tegen-tegenan ini :
1)      Batang tebu berarti hidup pengantin mengandung arti  kehidup dijalani secara bertahap seperti hal tebu ruas demi ruas, secara manis.
2)      Cangkul sebagai simbol Ardha Candra. Cangkul sebagai alat bekerja, berkarma berdasarkan Dharma.
3)      Periuk simbol windhu.
4)      Buah kelapa simbol brahman (Sang Hyang Widhi).
5)      Seekor yuyu/kepiting simbol bahasa isyarat memohon keturunan dan kerahayuan.
7. Suwun-suwunan(sarana jinjingan)Berupa bakul yang dijinjing mempelai  wanita yang berisi talas, kunir, beras dan bumbu-bumbuan melambangkan tugas wanita atau istri mengembangkan benih yang diberikan suami, diharapkan seperti pohon kunir dan talas berasal dari bibit yang kecil berkembang menjadi besar.
8.   Dagang-daganganmelambangkan kesepakatan dari suami istri untuk membangun rumah tangga dan siap menanggung segala resiko yang timbul akibat perkawinan tersebut seperti kesepakatan antar penjual dan pembeli dalam transaksi dagang.
9. Sapu lidi (3 lebih). Simbol Tri Kaya Parisudha. Pengantin pria dan wanita saling mencermati satu sama lain, isyarat saling memperingatkan serta saling memacu agar selalu ingat dengan kewajiban melaksanakan Tri Rna berdasarkan ucapan baik, prilaku yang baik dan pikiran yang baik, disamping itu memperingatkan agar tabah menghadapi cobaan dan kehidupan rumah tangga.
10.  Sambuk Kupakan (serabut kelapa). Serabut kelapa dibelah tiga, di dalamnya diisi sebutir telor bebek, kemudian dicakup kembali di luarnya diikat dengan benang berwarna tiga (tri datu). Serabut kelapa berbelah tiga simbol dari Triguna (satwam, rajas, tamas). Benang Tridatu simbol dari Tri Murti (Brahma, Wisnu, Siwa) mengisyaratkan kesucian.Telor bebek simbol manik. Kedua Mempelai saling tendang serabut kelapa (metanjung sambuk) sebanyak tiga kali, setelah itu secara simbolis diduduki oleh pengantin wanita. Ini mengandung pengertian Apabila mengalami perselisihan agar bisa saling mengalah, serta secara cepat di masing-masing individu menyadari langsung. Selalu ingat dengan penyucian diri, agar kekuatan triguna dapat terkendali. Selesai upacara serabut kalapa ini diletakkan di bawah tempat tidur mempelai.
11. Tetimpugadalah bambu tiga batang yang dibakar dengan api dayuh yang bertujuan memohon penyupatan dari Sang Hyang Brahma.

2.6.2    Prosesi upacara pawiwahan.
1.         Upacara Ngekeb:
Acara ini bertujuan untuk mempersiapkan calon pengantin wanita dari kehidupan remaja menjadi seorang istri dan ibu rumah tangga dengan memohon doa restu kepada Tuhan Yang Maha Esa agar bersedia menurunkan kebahagiaan kepada pasangan ini serta nantinya mereka diberikan anugerah berupa keturunan yang baik.
Setelah itu pada sore harinya, seluruh tubuh calon pengantin wanita diberi luluran yang terbuat dari daun merak, kunyit, bunga kenanga, dan beras yang telah dihaluskan. Dipekarangan rumah juga disediakan wadah berisi air bunga untuk keperluan mandi calon pengantin. Selain itu air merang pun tersedia untuk keramas.
Sesudah acara mandi dan keramas selesai, pernikahan adat bali akan dilanjutkan dengan upacara di dalam kamar pengantin. Sebelumnya dalam kamar itu telah disediakan sesajen. Setelah masuk dalam kamar biasanya calon pengantin wanita tidak diperbolehkan lagi keluar dari kamar sampai calon suaminya datang menjemput. Pada saat acara penjemputan dilakukan, pengantin wanita seluruh tubuhnya mulai dari ujung kaki sampai kepalanya akan ditutupi dengan selembar kain kuning tipis. Hal ini sebagai perlambang bahwa pengantin wanita telah bersedia mengubur masa lalunya sebagai remaja dan kini telah siap menjalani kehidupan baru bersama pasangan hidupnya.

2.         Mungkah Lawang (Buka Pintu):
Seorang utusan Mungkah Lawang bertugas mengetuk pintu kamar tempat pengantin wanita berada sebanyak tiga kali sambil diiringi olehseorang Malat yang menyanyikan tembang Bali. Isi tembang tersebut adalah pesan yang mengatakan jika pengantin pria telah datang menjemput pengantin wanita dan memohon agar segera dibukakan pintu.

3.         Upacara Mesegehagung:
Sesampainya kedua pengantin di pekarangan rumah pengantin pria, keduanya turun dari tandu untuk bersiap melakukan upacara Mesegehagung yang tak lain bermakna sebagai ungkapan selamat datang kepada pengantin wanita, kemudian keduanya ditandu lagi menuju kamar pengantin. Ibu dari pengantin pria akan memasuki kamar tersebut dan mengatakan kepada pengantin wanita bahwa kain kuning yang menutupi tubuhnya akan segera dibuka untuk ditukarkan dengan uang kepeng satakan yang ditusuk dengan tali benang Bali dan biasanya berjumlah dua ratus kepeng.

4.         Madengen–dengen:
Upacara ini bertujuan untuk membersihkan diri atau mensucikan kedua pengantin dari energi negatif dalam diri keduanya. Upacara dipimpin oleh seorang pemangku adat atau Balian.

5.         Mewidhi Widana:
Dengan memakai baju kebesaran pengantin, mereka melaksanakan upacara Mewidhi Widana yang dipimpin oleh seorang Sulingguh atau Ida Peranda. Acara ini merupakan penyempurnaan pernikahan adat bali untuk meningkatkan pembersihan diri pengantin yang telah dilakukan pada acara acara sebelumnya. Selanjutnya, keduanya menuju merajan yaitu tempat pemujaan untuk berdoa mohon izin dan restu Yang Kuasa. Acara ini dipimpin oleh seorang pemangku merajan.

6.         Mejauman Ngabe Tipat Bantal:
Beberapa hari setelah pengantin resmi menjadi pasangan suami istri, maka pada hari yang telah disepakati kedua belah keluarga akan ikut mengantarkan kedua pengantin pulang ke rumah orang tua pengantin wanita untuk melakukan upacara Mejamuan/menerima tamu. Acara ini dilakukan untuk memohon pamit kepada kedua orang tua serta sanak keluarga pengantin wanita, terutama kepada para leluhur, bahwa mulai saat itu pengantin wanita telah sah menjadi bagian dalam keluarga besar suaminya. Untuk upacara pamitan ini keluarga pengantin pria akan membawa sejumlah barang bawaan yang berisi berbagai panganan kue khas Bali seperti kue bantal, apem, alem, cerorot, kuskus, nagasari, kekupa, beras, gula, kopi, the, sirih pinang, bermacam buah–buahan serta lauk pauk khas Bali.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar